Sejarah lahirnya TNI AU bermula
dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna
memperkuat Armada Udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan
fasilitas-fasilitas lainnya. Sejalan dengan perkembangannya berubah menjadi
Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama TKR
jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI,
sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara, maka pada tanggal 9
April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan
Udara Republik Indonesia, kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang
diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Salah satu Sejarah monumental yang selalu diperingati jajaran TNI
AU tiap tahun adalah apa yang dinamakan Hari Bhakti TNI AU. Peringatan Hari Bhakti
TNI AU, dilatar belakangi oleh dua peristiwa
yang terjadi dalam satu hari pada 29 Juli 1947.
Peristiwa Pertama, pada pagi hari, tiga kadet penerbang TNI
AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit
dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan
pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing
di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Peristiwa Kedua, jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang megakibatkan
gugurnya tiga perintis TNI AU masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan
Adisumarmo. Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu,
bukanlah pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah
Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.
Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk,
yang merasa kesal atas pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya. Untuk
mengenang jasa-jasa dan pengorbanan ketiga perintis TNI AU tersebut, sejak Juli
2000, di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA (Ngoto) telah dibangun sebuah
monumen perjuangan TNI AU dan lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief
tentang dua peristiwa yang melatar belakanginya. Di lokasi monumen juga
dibangun makam Adisutjipto dan Abdurachman Saleh beserta istri-istri mereka.
PESAWAT
MERAH PUTIH PERTAMA
Hari itu
27 Oktober 1945, sehari menjelang peringatan 17 tahun Sumpah Pemuda, di
Pangkalan Maguwo, Yogyakarta terlihat ada kesibukan. Nampak para teknisi sedang
berada di sekitar sebuah pesawat Cureng yang bertanda bulat Merah Putih,
mempersiapkan segala sesuatunya untuk sebuah penerbangan yang direncanakan.
Mereka menginginkan sebuah pesawat Merah Putih terbang hari itu, untuk
membangkitkan Sumpah Pemuda.
Komodor
Udara Agustinus Adisutjipto, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Adi, adalah
satu-satunya penerbang Indonesia yang berada di Pangkalan Maguwo. Hari itu, Pak
Adi akan terbang bersama Cureng Merah Putih. Upaya itu membawa hasil.
Pak Adi
membawa terbang Pesawat Cureng Merah Putih tersebut berputar-putar di Angkasa
Pangkalan Maguwo disaksikan dengan rasa kagum oleh seluruh anggota pangkalan
yang berada dibawah. Itulah awal mula sebuah pesawat Indonesia bertanda Merah
Putih terbang di angkasa Indonesia yang merdeka.
http://tni-au.mil.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar